Mencintai dan dicintai ternyata menjadi legenda hidup yang menyisakan ribuan kenangan. Gelisah, gundah, lara, luka, dan rindu seperti menggoreskan cerita tak tergantikan. Cerita itu menyatu dengan nafas alam, tak tersentuh oleh jarak, ruang, dan waktu.
Ya, mari kita bicara cinta. Lupakan dulu bicara politik, ekonomi, ataupun seks, sejenak saja. Saatnya untuk menengok hati. Biarkan mata hati menelanjangi diri, membuka debu-debu kotor yang lama bersarang dan menjadi virus mematikan. Biarkan cahaya kemilau melesat menembus dinding nafsu yang liar mengalir di setiap jiwa yang kekeringan, sejenak saja.
Bagaimana biasanya cinta itu diungkapkan? Bisa bermacam-macam. Bergantung seperti apa pribadi yang dihinggapinya. Mulai dari yang sembunyi-sembunyi hingga yang terang-terangan. Apapun caranya pesan yang ingin disampaikan adalah sama, kejujuran mengakui hadirnya cinta. Lalu, pengungkapan seperti apakah yang dipilih seorang penulis ketika jatuh cinta? Bagi orang yang lebih suka menulis, menuangkan perasaan dalam bentuk tulisan pastilah menjadi cara berekspresi yang pas. Kendati, kadang kala tulisan pun tak mampu merepresentasikan apa yang dirasakannya. Apalagi jika yang dirasakannya sebentuk cinta. Yang paling sederhana dan mudah dilakukan adalah menulis diary (catatan harian-Red.). Catatan harian menjadi tempat berlabuhnya segala kegundahan hati dengan jujur hingga ia tinggal menjadi ribuan kenangan.
Seperti itu pulalah yang dilakukan Moammar Emka ketika ‘jatuh cinta’. Ia menuangkan segala kegundahan, kegelisahan, dan kerinduan hatinya dalam “Red Diary : Catatan Harian Lelaki Malam”. Sebuah catatan harian dari perjalanan cinta seorang lelaki yang dibawakan Emka dengan tokoh aku yang hidup mulai dari dunia pesantren hingga perjalanannya menyisir keremangan pergaulan malam Jakarta. Dinamakan “Red Diary” karena menurut Emka, “merah itu berani. Artinya keberanian mengungkapkan diary. Karena diary sebetulnya catatan harian yang sangat privat, biasanya malah diumpetin.”
Buku ini juga bercerita tentang sebuah pencarian akan arti cinta yang sebenarnya. Pencarian menemukan satu sosok wanita yang bisa membuat tatap mata tak mau menoleh lagi, dan membuat seluruh syaraf bergetar hingga terlelap dalam mimpi tak berkesudahan. Menurut Emka, ternyata tidak semua laki-laki yang rajin bertualang malam atau wanita yang menjadi bintang di ‘panggung malam’ adalah makhluk tak punya hati. Buktinya ada laki-laki yang jatuh cinta dengan wanita stripper, ada lady escort yang tak mampu menahan gejolak rindunya ketika bertemu tamu laki-laki ‘idamannya’, ada pula laki-laki yang akhirnya memilih menikahi massage-girl yang kerap dikunjungi seminggu sekali.
“Buku ini bukan kelanjutan ‘Jakarta Undercover yang banyak bercerita tentang pengalamanku menyisir remang-remang kehidupan Jakarta,” terang Emka saat ditemui dalam peluncuran buku terbarunya ini beberapa waktu lalu. Buku ini sangat tepat buat orang yang sedang jatuh cinta, dan buku ini bagiku tak ubahnya sebuah ‘proyek perasaan’. Barangkali ungkapan seperti itulah yang paling pas untuk mewakili misi buku ini diterbitkan,” tambahnya. Dalam penulisan bukunya itu, Emka mengaku terinspirasi oleh gadis cantik yang juga presenter dan artis sinetron, Ussy Sulistiawaty. Menurut lelaki kelahiran Tuban, Jawa Timur, 13 Februari ’74 ini, kedekatannya dengan Ussy mempunyai makna yang paling dalam. “Ada sesuatu yang beda saat dekat dengan dia. Kedekatan itu pula yang menimbulkan perasaan yang berbeda pula,” aku Emka. Perasaan itu lalu oleh Emka, dituang dalam sebuah tulisan indah. Bahkan wajah Ussy menjadi Cover buku “Red Diary”.
Menurut pengakuan Emka, semata-mata buku ini lahir karena terlalu banyak uneg-uneg di hatinya dan ‘pergolakan batin’ yang mengendap di kepalanya. “Tidak saja tentangku, yang punya catatan tersendiri tentang liku-liku mencinta, tapi juga tentang sejumlah laki-laki dan wanita yang dalam perjalanan hidupnya pernah mengenal cinta, meskipun cinta itu ada yang tumbuh diantara gelimang nafsu yang lapar, menggoda, menerkam, dan menggelepar,” paparnya. Karena Emka juga percaya bahwa dalam diri setiap manusia, ada cinta, entah di mana pun dia berada. Cinta yang meluluhkan nafsu liar tak terkendali, kembali menuju keharibaan hati yang putih.
Aku adalah lelaki malam Yang termangu Menatap gebyar kehidupan malam Hitam putih telah kugauli Layar malam itu begitu telanjang Menampar ketermanguanku Setelanjang jiwa-jiwa yang begitu dahaga Mengecup dewi-dewi malam Ketelanjangan itu telah mengajarkankuTentang nafsu yang menggelosor di pesta kemasygulan Tentang cinta yang hadir di gelimang dosa Aku terus mencatat Dalam pengembaraanku Aku adalah lelaki malam Yang tertampar oleh cinta yang berdebam Saat tatap mata Dan kecup lembut perawan sahaja Menghadirkan getar rindu Membawa serta cintaku Aku adalah lelaki malam Yang melangkah gontai Dalam pengembaraan hati Yang melelahkan
“Biarlah semua tahu. Biarlah dunia mengeja hatiku, untukmu. Inci demi inci, tak bersisa. Terlukis di wajah langit, luruh di dada bumi. Apalagi yang mesti kusembunyikan, kalau kenyataannya, aku memang mencintaimu. Semua kini menjadi semakin jelas, hatiku telah kau renggut habis. Aku hanya ingin rebah di lapang dadamu, hanya ingin mencintaimu. Tak ada kata lagi yang bisa kuucap selain itu”. Seperti itulah Emka mengakhiri catatan hariannya.
Kamis, 28 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar